Lambat
laun, kita mulai meninggalkan transaksi uang tunai. Setelah terbiasa membeli
barang elektronik, melunasi tiket pesawat, dan membayar di restauran dengan
kartu kredit atau kartu debit, kini untuk transaksi yang nominalnya kecil, kita
-terutama warga Jabodetabek- biasa memanfaatkan kartu uang elektronik.
Seorang
rekan yang menjadi profesional di perusahaan media digital begitu senang
memiliki kartu elektronik tersebut untuk membayar tiket kereta apai commuterline.
Tak perlu lagi antre membeli tiket. Cukup menempelkan kartu tiket elektronik ke
area /Tempelkan Kartu' di pintu masuk stasiun. Uang yang tersimpan dalam kartu
otomatis terdebet ketika kartu digunakan unyuk membuka pintu keluar di stasiun
tujuan.
Yang
paling memuaskan dia adalah kartu yang dikeluarkan salah sayu bank tersebut
juga bisa digunakan untuk membayar parkir mobil di stasiun, membayar tiket bus
Transjakarta dan jalan tol. Untuk Top Up alias mengisi ulang uang, cukup
datang ke mesin ATM. Top Up juga bisa dilakukan secara manual di minn
market.
Bagi
rekan tersebut, adanya tiket kartu elektronik membuat perjalanan dari rumah ke
kantor menjadi sederhana, karena di stasiun tidak perlu lagi antre tiket, tidak
perlu menunggu uang kembalian, dan tidak ada pemeriksaan tiket. Berkat tiket
kartu elektronik, pengelolaan transportasi publik juga menjadi lebih
akuntabel, penumpang tidak bertiket, dan
'percekcokan' karena selisih uang kembalian saat membeli tiket menjadi nihil.
Respon
operator transportasi publik dan bank penerbit uang elektronik dalam mengadopsi
sistem pembayaran non tunai akan membantu program Bank Indonesia dalam
menwujudkan Less Cash Society alias warga yang minim menggunakan uang tunai
untuk membayar kebutuhan sehari-hari.
Transaksi
non tunai sebenarnya bisa diigunakan ke pelosok untuk pembayaran dengan noinal
kecil sekalipun, misalnya membayar makanan di warung, selama tersedia
infrastruktur telekomunikasi.
Saat
ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di Asean
dalam hal pembayaran dengan kartu uang elektronik. Di negara kita, pembayaran
tunai transaksi ritel masih mencakup 99,4% alias yang dibayar secara non tunai
baru 0,6%. kondisi yang paling dekat dengan kita adalah Thailand dimana
transaksi ritel tunainya masih 97,2%. tapi di Singapura pembayaran tunai
'tinggal' 55,5% dari total transaksi ritel.
Bila
komposisi pembayaran non tunai di dalam negeri meningkat, tentu bukan hanya
kesetaraan layanan perbankan dengan negara sekawasan yang dicapai, tapi juga
akan menwujudkan akuntabilitas dan efisiensi dalam transaksi. Ke depan, mungkin
kita akan terbiasa dengan idiom ini: Apapun transaksinya, gesek saja dengan
kartu elektronik.
Sumber
: Gerai Info Bank Indonesia | Edisi 50 | Tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar